21 June 2007

JIKA KITA BERBEDA MENGAPA MESTI SAMA?

Deivine Signor

Pernahkah anda melihat dan memperhatikan kaca patri yang dengan begitu banyak warna tetapi indah dilihat mata? Tetap berbeda tetapi bisa dipadukan. Pertemuan alumni SMANTIG Regio Bandung pada tanggal 17 Juni 2007 menggelitikkan satu hal yang berbeda dan hendak dipadukan. Satu hal itu adalah agama yang berbeda dalam perjalanan visi dan misi.

Saya sendiri ada dalam lingkungan yang begitu beragam tentang keyakinan. Tetapi agama tidak menjadi penghalang untuk melakukan sesuatu demi mencapai visi dan misi yang kita idamkan. Tidak ada yang menyangkal bahwa organisasi yang profesional tidak akan mencampuradukkan kerjaan agama dengan organisasi. Tetapi juga harus disadari bahwa tidak ada organisasi profesional yang menyangkal atau mengabaikan agama. Organisasi profesional hanyalah sebuah wadah untuk mempertemukan visi dan misi. Di dalamnya ada orang-orang profesional yang bisa dan seharusnya selalu memberi nilai lebih dengan memadukan segala perbedaan bukan justru mempermasalahkannya dan beranggapan tidak ada jalan keluar.

Dalam hal itu, saya mengatakan bahwa agama adalah jiwa yang akan membakar kita untuk melakukan yang lebih, melakukan yang terbaik. Sebenarnya, yang saya maksudkan dengan agama lebih pada nilai-nilai yang ada di dalamnya. Buat saya, agama dengan segala namanya bagaikan kerangka mobil yang selalu sama sehingga disebut agama. Kerangka mobil itu tidak berfungsi jika anda tidak memasukkan perlengkapan lain seperti roda, stir, mesin, dan lain-lain. Dan semua mobil memiliki itu. Yang membedakan agama itu adalah siapa yang menyetir dan bagaimana kondisi dan keinginan supirnya. Jika anda salah memasukkan perlengkapan itu,jika yang menyetirnya orang yang salah, maka mobil anda bisa membawa anda pada kematian.

Untuk melaksanakan visi dan misi organisasi, agama tetap menjadi jiwanya. Tetapi hati-hati jangan sampai organisasi disetir oleh agama. Maka, jika kita ingin bekerja profesional satu hal yang perlu adalah integritas. Berbicara tentang integritas, kita tidak perlu berpikir ngejlimet. Ia bagaikan tetesan-tetesan air di sepanjang seutas tali yang terentang menggantung. Tetesan-tetesan itu harus melewati untaian tali sampai pada titik keseimbangan maksimal untuk terjatuh. Sama halnya dengan kita yang ingin jadi profesional, tidak ada alasan untuk mengabaikan yang satu dan mengutamakan yang lain. Sebab banyak orang ketika jengkel dengan satu hal, maka ia melupakan hal yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya. Ketika orang clash dengan yang lain, ia tidak mau melakukan sesuatu lagi. Sering ia akan menuntut orang lain atau menyalahkan orang lain.

Ketika kita menyadari integritas dan profesionalitas, agama bukanlah penghalang. Bahkan jika kita mau menampilkan kekhasan agama-agama yang ada. Caranya?

  1. Terbukalah untuk memunculkan nilai-nilai yang ada dalam agama bukan nama agamanya.
  2. Ketahuilah bahwa nilai-nilai itu sesungguhnya satu hanya berbeda cara mengolahnya.
  3. Ingatlah bahwa perbedaan hanyalah jarak yang kita ciptakan atas wawasan kita yang sempit.

Saya bergaul dengan orang-orang yang selalu berbeda dalam lingkungan keluarga mahasiswa. Acara bersama selalu kita adakan. Ketika yang kristen natalan, yang muslim berdatangan membantu. Begitu sebaliknya, ketika ada acara misalkan di IAIN, kita diundang datang dan membantu mereka. Bukan berarti, ketika yang kristen ada acara mereka merasa tidak nyaman atau merasa tidak dihargai, atau sebaliknya. Bahkan di sana mereka menampilkan kekhasan yang mereka punyai. Kerap mereka ikutan masuk bergabung ketika ada acara natalan atau paskahan, hadir dan duduk di tengah-tengah ruangan. Hal yang ada sebenarnya hanya bagaimana me-manage hal-hal yang seperti itu. Saya berkata: “semua itu ada jalan keluar”. Don’t Quit!

No comments: